Penempatan TKI Secara Ilegal dan Human Trafficking Akan Terus Diperangi

By Admin

nusakini.com-- Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang tidak sesuai prosedur (non prosedur/ilegal) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking adalah dua kejahatan berbeda yang mendera banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Namun begitu, ada beberapa kesamaan terhadap kedua kejahatan yang tidak manusiawi ini. 

“TKI non prosedural atau ilegal lahir karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang mekanisme menjadi TKI prosedural, adanya praktik-praktik migrasi taradisional, dan banyaknya calo atau pihak-pihak tidak bertanggungjawab lainnya yang mengarahkan para calon TKI untuk menjadi TKI ilegal, demi keuntungan pribadi,” jelas Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) Herry Sudarmanto saat memberikan sambutan pada acara bedah buku Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI di Ruang Tridharma Kemnaker, Kamis (6/4). 

Menurut Sekjen Kemnaker, adanya aktivitas orang yang tidak bertanggungjawab tersebut menyebabkan kasus TKI ilegal identik dengan TPPO. Hanya saja, ada entitas yang sangat jelas membedakannya. 

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mendefinisikan perdagangan orang sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh kendali atas orang lain tersebut. Baik yang dilakukan di dalam negeri maupun antar negara dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 

“Dari definisi tersebut, kita dapat menangkap betapa kejinya praktik perdangan orang. Keji, karena pada aktivitas tersebut, manusia tidak dimanusiakan, manusia diperlakukan seperti barang mati yang tidak memiliki hak untuk hidup bebas,” lanjut Sekjen Kemnaker menjelaskan. 

Korban TKI ilegal dan TPPO memang memiliki kesamaan pada posisi mereka yang menjadi target tindakan tidak manusia dan/atau eksploitasi.

Hanya saja, pada TKI ilegal ada willingness atau niatan/keinginan untuk bekerja di luar negeri. Sedangkan pada TPPO, secara umum tidak ada orang yang dengan sadar mau diperdagangkan maupun dieksploitasi. Artinya, TPPO murni karena perbuatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

“Namun, baik TKI ilegal dan korban TPPO tengah menjadi perhatian khusus pemerintah. Kementerian Ketenagakerjaan telah membangun komitmen dengan enam kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, TNI, Polri, Ditjen Imigrasi, dan BNP2TKI untuk semakin merapatkan barisan dalam pencegahan TKI non prosedural atau ilegal,” tambah Sekjen Herry Sudarmanto. 

Beberapa upaya Kemnaker yang dilakukan untuk menangani TKI non prosedural diantaranya melalui program Desa Migran Produktif (Desmigratif), pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah kantong TKI, serta pembentukan Satgas Pencegahan TKI Ilegal. 

“Begitupun dengan masalah TPPO, kementerian dan lembaga terkait telah menyepakati Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanganan WNI Terindikasi atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Luar Negeri,” paparnya. (p/ab)